22 Februari 2016

Refleksi Cinta Wanita Tua


#OneDayOnePost
---- REFLEKSI CINTA WANITA TUA ----
Oleh : Rofikoh Yuliyanti
Masalah adalah kata kunci setiap pendewasaan. Setiap jejak langkah kaki kita selalu berjejal sejuta masalah. Tak jarang kita ingin meneriaki langkah lemah ini, menghardik air mata yang menetes lewat celah hati yang mulai teriris, perih.
Tak jarang duri pada telapak kaki kita sulit kita cabut, luka pada kulit susah kita jahit. Engkau tahu kawan, kita harus merasakan sesak kala lapang menanti kita. Orang bilang engkau takkan menjadi sukses sebelum sukses bersikap bijak menghadapi masalah, kecil maupun besar.
Ada juga pepatah jawa yang berkata”Kami wong tuo wes sering mangan garam” (terj : Orang tua lebih dulu tertimpa masalah). Nah, jika kita berpikir lebih bijak, setiap nyawa yang terlahir ke dunia akan diselipkan bumbu masalah yang tak jarang menghabiskan separo kekuatan.
Menurut penulis kalau kita mau melawan arus atau menyelesaikan masalah ya sederhana : sederhana bersikap, bertindak, menulis dan berbicara.
        Sederhana disini megenalisirkan masalah besar dengan berpikir sederhana. Harus kita tanamkan dalam hati ‘Setiap sakit ada obatnya’ tak jarang obat itu terletak di hati kita. Hati yang tidak angkuh, dan mengembalikan semuanya kepada pencipta rasa itu yakni Allah Swt.
nenek tua.jpgAda sebuah kisah nyata dari seorang wanita tua di ujung nagari Indonesia. Wanita yang mampu menyelesaikan masalah besar dengan amat sederhana. Wanita itu ditinggal suaminya, yang lebih parahnya dia harus menghidupi keempat anaknya yang masih ingusan, bisa saja dia lari dari masalah, menyerahkan anak-anaknya ke nenek mereka, mertua wanita malang itu. Atau dikasihkan ke panti asuhan. Tapi bukan itu yang ia lakukan. Dia mengasuh keempat anaknya dengan segenap kasih, memberikan cinta sebagai orang tua tunggal, dan dengan ridho mengais rezeky sebagai penyadap pohon karet setiap paginya, dan ia dengan rela mendodos sawit yang seharusnya menjadi pekerjaan seorang laki-laki, tapi dengan ketulusan dan sikap sederhananya dia melakukan demi menghidupi keempat anaknya.
Dia berpikir sederhana ”Dunia ini tidak abadi”. Hari ini keempat anaknya telah menjadi sarjana hasil keringat ibunda mereka. Kini mereka merawat dan membahagiakan wanita tua itu dengan segenap cinta refleksi cinta ibunda mereka.
So, kita meski sederhana agar masalah sebesar apapun dapat kita hadapi.

1 komentar: