Cerpen Jawaban senja
#OneDayOnePost
Sore itu rintik hujan
menjalar keseluruh tubuh. Nida mencoba berlari-lari kecil agar bisa berteduh
dari kekalutan semua ini. Nida ingin segera menjauh dari tepi buruknya prasangka,
tapi semuanya seakan terjawab, semuanya menjadi titik cahaya sentral dalam
sukarnya perjalanan hidup.
Jejari Nida membuka
tas dan mengeluarkan sebuah buku berwarna pink dan sebuah pena.
‘Aku bukan sosok kuat itu. Aku adalah sebuah ranting yang rapuh,
ranting yang kapan saja bisa terjatuh dalam hembus angin sepoi sekalipun. Aku
menangis juga percuma alam seakan tidak ingin bersahabat denganku. Aku bukan sosok
lemah itu , bukan sosok penakut itu, semuanya akan aku hadapi, semuanyaa kan
aku gapai dengan kedua tangan lemah ini, semuanya yaa semuanya. Bukan lantas
dia pergi aku terpuruk dan mati. Aku wanita tegar, wanita yang diciptakan dari
rusuk lelaki sholehh.. mm InsyaAllah… masih panjang angan dan mimpiku yang aku wujudkan
bersama sosok yang telah Allah takdirkan dan masih menjadi rahasia Allah. Biar
terjawab kelakk kala dia menghitbahku, dan menerimaku menjadi sosok tuan putri
di rumah dan keluarganya. Tuan putri yang pertama dan terakhir di hidupnya dan
hidupku, yang akan memanggilku dengan sebutan “Rindu”..
Rintik hujan semakin
menambah derai air mata.
“Astagfirullah, apa
ini?” Segera Ia menghapus dan bergegas pulang kerumahnya.
*****
“Nida.., sayang, makan yuk, udah bunda masakin
untuk anida”
Seketika bunda membuyarkan
lautan hayalan yang ntah terbang kemana.
Dengan mencoba
tersenyum Nida menjawab “iya bunda, bentar lagi Nida makan”
“Bunda lihat akhir-akhir
ini Nida sering melamun, ada masalah apa nak?”
Dengan tercekat, “Mm..,
Ndak ada Bun, mungkin Nida lelah, banyak tugas kuliah, dan Nida harus
menyelesaikan skripsi Nida di tahun ini”
“Nak kalau ada
masalah, Nida jangan sungkan ya sayang , Bunda akan selalu ada waktu kalau Nida
mau cerita, kalau masalah skripsi,, mmm.. Bunda Cuma bisa bantu do’a.. hehehe..
Laa wong kamu kan tau Nduk, bundamu ini Cuma tamatan SMP “
“Bunda,, Nida sayang
bunda selalu… “ memeluk, dan berisak.
“Lho kok nangis Nduk..?
“
****
Subuh seakan utuh,
membangunkan setiap insan yang tengah terbuai dalam mimpi, mimpi tentang masa
depan atau masa lampau….
“Ahmadulillah… “
Udara dingin subuh ini
menjalar ke seluruh urat syaraf.
“Nida udah bangun
sayang…? ke surau yuk Nak“
“Bund , kita shalat
dirumah aja yuk Bund, takut jadi fitnah”
“Nida kita kan niat
karena Allah, ndak papalo sayang. Toh Suraunya di depan rumah kita” Sambil
memandang lembut ke arah Nida.
“Iya Bund, Nida wudhu
dulu ya Bund”.
****
Sepulang dari surau
Nida dan wanita paruh baya itu berjumpa dengan laki-laki berperawakan tinggi. Hitam
manis.
“Assalamu’alaikum Bu’?
Sapa lelaki sederhana itu.
“Wa’alaikum salam Rif,
piye kabare Bapak, uwis mari sakite” Jawab Ibu Rahma dengan logat jawanya.
“Alhamdulillah Bu’ Wis
mendingan. Saiki wis nang umah” Ujar Arif yang menjelaskan tentang keadaan
ayahnya yang mulai membaik.
“Syukurlah, salam yo
karo Bapak, Mamak”
“Injeh Bu” jawab Arif
Mengiyakan.
*****
Di suatu senja Nida
Asyik menanam bunga di teras rumahnya. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki
yang tak asing lagi.
“Assalamua’alaikum
Nduk?” Sapaan Arif membuat jantung Nida berdesir.
“Wa wa’alaikumsalam
Kang, silahkan masuk” Jawab Nida setengah gugup dan menunduk menahan suatu rasa
yang tidak ia pahami.
______
“Nak Arif, silahkan di
minum tehnya pumpung masih hangat” Bu’ Rahma mengingatkan.
“Bu’, sebetulnya
kedatangan saya kemari hendak bicara mengenai masa depan saya dan Nida”
Nida yang mendengar
dari bilik semakin resah, antara suka atau apa. Tapi ia merasakan bunga-bunga
berterbangan diantara taman hatinya.
“Subhanallah nak, Ibu
sangat senang sekali mendengarnya, tapi Ibu mau Tanya sama Nduk dulu ya?”
Yang ditanya tak
bergeming, hanya senyum dan pipi chubby memerah bak wajah pakai pemutih terkena
sengatan matahari.
****
Semua yang
direncanakan sudah teramat matang, dari dekorasi rumah, makan, dan tinggal
menghitung hari untuk berlangsung acara yang teramat spesia bagi Nida.
Nada dering pesan
berbunyi, darinya Pasha Ungu feat Rossa, “kupinang kau dengan Bismillah”.
Ia memandang layar Hp
, muncul sebuah nama yang membuat tidur malamnya terganggu akhir-akhir ini.
Teruntuk
Nida …
Nduk
ma’afkan Kakangmu ini ya Nduk. Bukan ndak mau menyelesaikan semua ini secara
dewasa. Tapi keputusan yang aku ambil ini yang terbaik.
Esok
aku harus pergi ke Yogyakarta, Andin teman kuliahku sakit parah Nduk. Dan
membutuhkan kasih sayang dari seorang suami.
Aku
yakin, setelah membaca surat ini. Hanya kebencian dan kebencian yang datang
tapi percayalah nduk. Kakangmu ini sayang Nduk.
Tak kuasa ia menahan
sengatan listrik. Ia menarik nafas panjang. Beristigfar berkali-kali. “Allah
jika hati ini bukan Engkau yang menciptakan, mungkin akan luluh lantak
seketika”.
*End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar