22 Januari 2016

Rofikoh As-Singkily #OneDayOnePost



#OneDayOnePostHariKesepuluh

Duhai qabi…
Apa kabar denganmu masihkah hati tersenyum bahagia
Atau ia tengah gulana dalam balut senyum sederhana
Merindu seseorang yang masih menjadi tetanya
Entah kapan akan bersua
Atau hanya memimpi dalam sendiri
Mengaharap gemintang tapi nyata hanya pekat
Merindu kunang-kunang kala tersesat
Jangankan kunang-kunang
Sebatas hati memberi cahayapun nihil
Hampa; dalam mengharap
Kosong; dalam mencinta
Ahhh… Harusnya aku biarkan takdir menjawab
Tak perlulah ketakutan yang mewakili
Akan ada Allah Maha Cinta
Yang telah mencatatkan ia belahan qalbu
Menggenggam jemariku dan berjalan beriringan denganku
Menikmati senja di teras dengan sapuan sepoi kehalalan
Aceh Singkil_22 Januari 2016

#OneDayOnePost
#HariKesepuluh

10 Hari dalam Aksara

Malam kian pekat, tergantikan cahaya sendu dalam damai. Melintas kala ingin terus memimpi. Merajut seutas heharap agar jadi nyata. Tapi halangan terus datang. Tak peduli ia kuat atau lemah. Berbeda jua cara penyelesaiannya. Inginku menjadi seorang penulis. Tapi apalah daya tangan ini hanya melemah, bak kerontang yang tinggal hanyalah seutas jasad tanpa ruh.
Membutuhkan mereka yang memberi motivasi kala ide-ide mulai hilang. Membutuhkan mereka kala badan tak lagi tegap berdiri. Masihkan ia mampu mencipta aksara? Atau hanya diam yang datang, diam dalam gelanggang perjalanan yang tak panjang.
Kapan lagi memulainya kalau tidak sekarang, usia semakin rapuh. Bahkan uban dikepala menghitung hari untuk menggantikan rambut hitam legamku.
Untuk anakku yang masih di alam yang berbeda. Esok kala engkau besar jadilah penulis yang bermanfaat ya nak. Jadilah pembicara yang menguasai ilmu komunikasi persuasive, mengajak dalam kebajikan. Ibumu ini hanya wanita sederhana, wanita yang kini usianya masih dua puluh dua tahun, tapi belum ada satupun yang mampu ibu cipta, semua hanya sedikit hobi, tanpa focus, tulus dan dedikasi.
Nak titip salam untuk teman-temanmu kelak sampaikan perkataan ma’ruf di tengah zaman yang menomor satukan harta, dan tahta. Meninggalkan agama dan budaya. Jadilah diri sendiri tanpa perlu menjadi orang lain agar dirimu hebat.

*sendiri dalam sepi

AKSARA PENGAGUM SENJA II ROFIKOH AS-SINGKILY



#OneDayOnePost
#HariKesepuluh

10 Hari dalam Aksara

Malam kian pekat, tergantikan cahaya sendu dalam damai. Melintas kala ingin terus memimpi. Merajut seutas heharap agar jadi nyata. Tapi halangan terus datang. Tak peduli ia kuat atau lemah. Berbeda jua cara penyelesaiannya. Inginku menjadi seorang penulis. Tapi apalah daya tangan ini hanya melemah, bak kerontang yang tinggal hanyalah seutas jasad tanpa ruh.
Membutuhkan mereka yang memberi motivasi kala ide-ide mulai hilang. Membutuhkan mereka kala badan tak lagi tegap berdiri. Masihkan ia mampu mencipta aksara? Atau hanya diam yang datang, diam dalam gelanggang perjalanan yang tak panjang.
Kapan lagi memulainya kalau tidak sekarang, usia semakin rapuh. Bahkan uban dikepala menghitung hari untuk menggantikan rambut hitam legamku.
Untuk anakku yang masih di alam yang berbeda. Esok kala engkau besar jadilah penulis yang bermanfaat ya nak. Jadilah pembicara yang menguasai ilmu komunikasi persuasive, mengajak dalam kebajikan. Ibumu ini hanya wanita sederhana, wanita yang kini usianya masih dua puluh dua tahun, tapi belum ada satupun yang mampu ibu cipta, semua hanya sedikit hobi, tanpa focus, tulus dan dedikasi.
Nak titip salam untuk teman-temanmu kelak sampaikan perkataan ma’ruf di tengah zaman yang menomor satukan harta, dan tahta. Meninggalkan agama dan budaya. Jadilah diri sendiri tanpa perlu menjadi orang lain agar dirimu hebat.

*sendiri dalam sepi

15 Januari 2016

NAGARI ASENG

***NAGARI ASENG***
 Oleh : Rofikoh Yuliyanti
 
Ku lihat mata sipit menatapku nanar
Aku limbung
Kenapa segerombol orang bermata sipit
Menghadang setiap langkahku

Ingin aku kepalkan kedua tanganku
Melawan arus kebisuan Nagariku
Nagari yang sampai detik ini,,
Menangis, pilu, nyeri berpualam janji

Lontang lantung tak pasti
Tuan-tuan tak peduli
Jangankan kasih, hatipun mulai mati

Nagari Aseng …
Dimana para pemuda Bangsa ini
Masihkah diam ?
Atau mencoba buta dan tuli
Mendengarkan dendang melodi yang tak engkau mengerti
Engkau di jajah kawan !
Engkau akan di usir perlahan dari tanah Nagarimu
Dan engkau jadi kuli di tanah Nagari Pertiwi …
Bangunlah kawan, dari mimpi panjangmu.
Aceh Singkil, 06 November 2015


Rofikoh #OneDayOnePost, hari kelima

Potret ASA...
Pagi ini untuk kesekian kalinya aku ingin bernyanyi, bernyanyi dengan nada sumbang, yang takkan pernah dimengerti oleh orang lain.
bahkan burung-burung yang berkicau di sekitar rumahku berlari ketakutan.
ahhh.. mungkin ini bukan keahlianku memelodikan setiap lagu yang aku suka.
Aku suka menulis, tapi tak jarang kemalasanku mengalahkan harapan dan cita-cita besarku menjadi seorang "writter".
Rasanya, ide-ide di kepala berjejalan ingin segera dimuntahkan. Tapi jemari rasanya lemah, terkulai tanpa kekuatan. Bisa teman-teman bayangkan seorang yang mempunyai mimpi besar, tapi malas mengaplikasikannya, malas mewujudkannya. Padahal tak jarang, aku berkata pada dunia, "Aku ingin menjadi senyum untuk Umak". Perempuan yang kini usianya hampir kepala lima, belum ada satu titik kebahagiaan yang aku persembahkan. Hanya tangan yang semakin panjang, meminta dan meminta, hampir genap 22 tahun aku berdiri menapak jejak dibumi. Tapi sisi baikku tak pernah ada. Hanya congak mengatakan pada alam, kesombongan yang tak bertepi. manusia semacam apa aku ini.
Ada pertanyaan yang ingin aku teriakkan pada Ia, yang kan menjadi imamku. Kapan engkau datang ???
aku terlampau bosan menempuh jalan berbatu, perjalanan puluhan kilometer sendiri, terkadang airmata menetes, pilu menyanyat. Ketakutan menyergap. Sepi kala senja indah yang harusnya aku nikmati menjadi mencekam.
Aceh Singkil_15 Januari 2016
**Aiko Yulia**